Dampak Situasi Eropa Terhadap Perkembangan Kolonialisme Barat di Indonesia

1. Merkantilisme
Paham Merkantilisme berkembang di negara-negara Barat dari abad ke-16 sampai abad ke-18. Paham ini dipelopori oleh beberapa tokoh, seperti Thomas Mun Sir James Stuart dari Inggris, Jean Baptiste Colbert dari Prancis, dan Antonio Serra dari Italia. Secara umum, Merkantilisme dapat diartikan sebagai suatu kebijaksanaan politik ekonomi dari negara-negara imperialis yang bertujuan untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya kekayaan berupa logam mulia. Logam mulia ini dijadikan sebagai ukuran terhadap kekayaan, kesejahteraan, dan kekuasaan bagi negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, semakin banyak logam mulia yang dimiliki oleh suatu negara imperialis maka semakin kaya dan semakin berkuasalah negara tersebut. Mereka percaya bahwa dengan kekayaan yang melimpah maka kesejahteraan akan meningkat dan kekuasaan pun semakin mudah untuk didapatkan. Negara yang menerapkan sistem ekonomi merkantilis adalah Inggris Raya.
Dari pengertian Merkantilisme yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri Merkantilisme yaitu:
a. Negara adalah satu-satunya penguasa ekonomi;
b. Mendapatkan logam mulia (emas) sebanyak-banyaknya menjadi tujuan utama.
Gerakan Merkantilisme berkembang serta berpengaruh sangat kuat dalam kehidupan politik dan ekonomi di negara-negara Barat, seperti negara Belanda, Inggris, Jerman, dan Prancis. Setiap negara kolonialis saling berlomba untuk mendapatkan dan mengumpulkan kekayaan berupa logam mulia untuk berbagai kepentingan, seperti kepentingan industri, ekspor maupun impor. Bahkan, untuk mencapai tujuannya tidak jarang terjadi persaingan di antara negara-negara kolonialis tersebut. Dengan ditemukannya jalur pelayaran dan perdagangan di Samudera Atlantik maka hubungan luar negeri di antara negara-negara Barat semakin terbuka lebar. Melalui interaksi perdagangan tersebut, setiap negara-negara Barat mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.
Seperti telah disebutkan pada uraian di atas, jelaslah bahwa paham Merkantilisme pada dasarnya telah memberikan kekuatan yang luar biasa bagi setiap negara kolonialis untuk memfokuskan segala kegiatan perdagangan dalam rangka memperoleh kekayaan yang banyak dan kekuasaan yang luas.
Tujuan Merkantilisme adalah untuk melindungi perkembangan industri perdagangan dan melindungi kekayaan negara yang ada di masing-masing negara. Inggris misalnya, menjadikan praktik politik ekonomi Merkantilisme dengan tujuan untuk:
a. Mendapatkan neraca perdagangan aktif, yakni untuk memperoleh keuntungan besar dari perdagangan luar negeri;
b. Melibatkan pemerintah dalam segala lapangan usaha dan perdagangan;
c. Mendorong pemerintah untuk menguasai daerah lain yang akan dimanfaatkan sebagai daerah monopoli perdagangannya.
Pada perkembangan selanjutnya, nilai uang disamakan dengan emas, masing-masing negara berusaha untuk mendapatkan emas. Oleh karena itu, paham Merkantilisme tidak hanya menjadikan logam sebagai sumber kemakmuran, tetapi lebih dari itu memandang pula pentingnya usaha untuk menukarkan barang-barang lainnya dengan emas batangan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya arus masuk emas ke pasaran Eropa. Selain itu, ditandai pula dengan semangat bangsa-bangsa Barat untuk melakukan penjelajahan atau perdagangan dengan Dunia Timur yang kaya akan sumber daya alam bagi pemenuhan pasar Eropa. Sejak saat itu, tidak sedikit penjelajahan dan pelayaran bangsa-bangsa Eropa yang dibiayai oleh raja atau negara. Setiap negara, seperti Inggris, Prancis, Belanda, dan Spanyol saling bersaing untuk mendapatkan barang159 berharga tersebut. Negara-negara tersebut melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap setiap daerah yang ditemuinya. Banyak daerah yang menjadi sasaran bangsa-bangsa Barat itu, seperti daerah yang ada di benua Amerika yang di dalamnya terdapat Kerajaan Inca, Maya, dan Astec. Di daerah-daerah itu, bangsa Inggris, Prancis, Belanda, dan Spanyol melakukan eksploitasi untuk mendapatkan emas sebanyak-banyaknya dalam rangka mencapai tujuan gerakan Merkantilisme.
Politik Merkantilisme melahirkan terbentuknya persekutuan-persekutuan dagang masyarakat Eropa, seperti EIC (kongsi perdagangan Inggris di India) dan VOC (kongsi perdagangan Belanda di Indonesia). Inggris bangkit sejalan dengan aman penjelajahan samudera untuk mencari daerah-daerah baru yang kemudian dijadikan sebagai koloni. Begitu juga dengan masyarakat Eropa lainnya, seperti Prancis, Belanda, dan Spanyol. Oleh karena itu dalam perkembangan politik ekonomi, Merkantilisme secara langsung atau tidak telah menimbulkan ekses lain, yakni perebutan daerah koloni.
Penjelajahan samudera atau pelayaran bangsa-bangsa Barat tersebut akhirnya sampai di Kepulauan Nusantara yang kaya akan rempah-rempah, seperti lada, cengkih, pala, fuli (bunga pala), dan lain-lain. Bagi bangsa-bangsa Eropa, rempah-rempah merupakan barang komoditas yang sangat laku di pasaran Eropa. Oleh karena itu, mereka segera menukar bahan komoditas tersebut dengan barang-barang kebutuhan rakyat Indonesia. Selanjutnya, untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi, mereka memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Bahkan, tidak hanya dengan memonopoli perdagangan, mereka juga melakukan pemerasan dan penguasaan daerah yang kemudian dikenal dengan penjajahan atau kolonialisme.
2. Revolusi Industri
Istilah revolusi merujuk pada suatu perubahan yang besar, cepat, mendadak, dan radikal yang mempengaruhi corak kehidupan umat manusia. Biasanya istilah revolusi sering digunakan dalam perubahan yang terjadi pada sistem pemerintahan (politik) dan sosial. Adapun revolusi industri pada dasarnya menunjukkan pada proses perubahan yang cepat di bidang ekonomi, yaitu dari ekonomi agraris (pertanian) ke ekonomi industri dengan menggunakan tenaga-tenaga mesin (tidak lagi menggunakan alat-alat manual yang mengandalkan keterampilan tangan), sehingga dapat meningkatkan produktivitas barang.
Revolusi Industri bukanlah suatu proses yang langsung terjadi, tetapi suatu proses sejarah yang memerlukan waktu lama dan didorong oleh berbagai faktor yang menyertainya. Perkembangan Revolusi Industri pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari gambaran sosial-ekonomi, budaya, dan politik yang terjadi pada saat itu di Inggris.
a. Faktor sosial-ekonomi
Jauh sebelum terjadinya revolusi industri, Inggris bukanlah suatu negara yang maju, terutama bila dilihat dari keadaan sosial-ekonominya. Sebagian besar masyarakatnya hidup dari sektor pertanian dan peternakan. Meskipun demikian, bila dilihat dari potensi alamnya, Inggris memiliki kekayaan alam yang dapat diunggulkan untuk menuju pada suatu bentuk perekonomian yang maju dan mempengaruhi perdagangan dunia di kemudian hari. Inggris memiliki kekayaan alam yang cukup melimpah, seperti batu bara dan bijih besi yang digunakan sebagai bahan pembuat mesin. Inggris sudah lama memasok (mengekspor) barang tambang besi di Laut Tengah. Lebih dari itu, selain memproduksi barang-barang hasil tambang, Inggris juga memproduksi hasil perkebunan kapas yang melimpah dari daerah jajahan. Potensi lain yang dimiliki Inggris berasal dari sektor peternakan, terutama peternakan domba yang banyak menghasilkan bahan baku wol.
Dengan demikian, dapatlah dipahami, meskipun pada saat itu Inggris belum menjadi sebuah negara industri yang maju dan menguasai pasaran dunia, tetapi Inggris sudah memiliki banyak faktor pendorong berupa kekayaan alam yang tidak semua negara-negara Eropa memilikinya dalam rangka mengantarkan Inggris menjadi negara yang kaya akan hasil industri. Dengan kata lain, persyaratan sebagai negara industri melalui kepemilikan bahan baku atau bahan mentah sebagian telah terpenuhi Inggris. Potensi inilah yang pada perkembangan selanjutnya menjadi fondasi yang kuat bagi perindustrian di Inggris.
Kembali pada masalah pertanian yang menjadi sumber kehidupan mayoritas masyarakat Inggris, dapatlah diketahui bahwa sebagian besar kepemilikan tanah-tanah pertanian pada saat itu berpusat atau dikuasai oleh raja dan kaum bangsawan, sebagai pihak yang menduduki kelas sosial yang tertinggi.
Adapun kedudukan para petani hanya sebagai penyewa dan penggarap tanah saja. Ketika sektor pertanian mengalami keuntungan, maka yang banyak menikmati keuntungan tersebut adalah raja dan kaum bangsawan sebagai pemilik tanah. Sebaliknya, apabila sektor pertanian mengalami kemerosotan atau kerugian, maka petanilah yang lebih banyak menanggungnya. Bahkan, tidak sedikit dari mereka dengan kerugian tersebut kehilangan sumber penghidupan. Sebagai contoh, ketika harga gandum mengalami penurunan akibat adanya impor gandum maka lahan pertanian itu dijadikan lahan padang rumput yang luas untuk mengembala domba yang bulunya dapat diproduksi menjadi wol sebagai bahan baku tekstil.
Dengan adanya perubahan penggarapan lahan pertanian menjadi lahan peternakan, petani yang selama ini menggarap tanah menjadi kehilangan pekerjaan dan pada akhirnya berujung pada suatu kondisi masyarakat yang diwarnai oleh pengangguran, kemiskinan, dan tindak kriminal, kejahatan merajalela.
Kegelisahan umum tentang pengangguran, kemiskinan, dan kejahatan digambarkan oleh para sejarawan bahwa pada akhir abad ke-17 paling tidak sepertiga atau setengah penduduk Inggris berstatus menganggur. Untuk beberapa saat berikutnya, kemiskinan dan kejahatan merupakan gejala yang selalu tampak dalam masyarakat Inggris, baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Begitu banyaknya para penjahat yang dijebloskan ke penjara, sehingga rumah tahanan menjadi penuh sesak oleh para terpidana. Hal ini membuat pemerintah Inggris harus memikirkan bagaimana mencari atau memindahkan para terpidana ke daerah yang baru. Akhirnya Inggris menemukan benua Australia, sebagai tempat pembuangan para tahanan Inggris. Hampir di setiap desa dan kota terdapat sarang-sarang pencuri. Sudut-sudut kota yang kumuh di kota London misalnya, selalu dijadikan sarang bagi para pelanggar hukum dan pelaku berbagai kejahatan.
Bagi para pemilik lahan atau tanah pertanian, untuk mendapatkan keuntungan yang besar mereka tidak segan-segan menjual lahan pertanian tersebut. Hasil penjualan lahan pertanian tersebut selanjutnya dipakai untuk modal atau menanam modal pada pabrik dan industri. Tanpa disadari, keadaan ini menimbulkan revolusi agraria, suatu revolusi yang telah membawa perubahan sosial pada masyarakat Inggris. Pada kehidupan masyarakat ditandai dengan adanya berbagai perubahan. Di daerah pedesaan masyarakat yang semula berprofesi sebagai petani, sejak saat itu tidak lagi berorientasi pada pertanian, tetapi sudah mengarahkan perhatiannya pada pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus.
Munculnya pabrik dan industri di daerah perkotaan telah menimbulkan ekses-ekses yang sukar diatasi dan semakin menambah runyamnya kondisi masyarakat pada waktu itu. Banyak penduduk pedesaan, terutama mereka yang menganggur datang ke kota untuk mencari pekerjaan di pabrik-pabrik sentra industri. Urbanisasi dengan segala konsekuensinya terjadi secara besar-besaran, sebab di kota terdapat sistem ekonomi pasar yang mengandalkan adanya peningkatan produksi, buruh, distribusi, dan profit.
b. Faktor budaya
Terjadinya revolusi industri di Inggris tidak bisa dilepaskan dari adanya peranan para ilmuwan sebagai inovator yang telah banyak memberikan sumbangan melalui penemuan ilmu pengetahuan baru, terutama di bidang teknologi.
Penemuan-penemuan tersebut, dalam rentang waktu yang cepat berpengaruh pada pengembangan alat-alat industri yang membawa pada perubahan cara kerja dan produksi. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa sebelum dikenal alat-alat mekanis dan otomatis, masyarakat Eropa bekerja dengan menggunakan alat-alat manual yang mengandalkan tangan dan kaki. Setelah ditemukannya alat-alat yang menggunakan mesin dan digerakkan oleh mesin uap, maka terjadilah penggantian dalam sistem kerja dan penghematan tenaga kerja. Selain itu, mesin-mesin dapat memproduksi barang dengan cepat dalam jumlah yang besar.
Penemuan besar yang merupakan awal revolusi industri adalah penemuan mesin uap oleh James Watt (1796). Penemuan ini merupakan salah satu faktor penentu bagi perkembangan industri modern di Inggris. Pada awal penemuannya, mesin uap ini digunakan untuk pabrik-pabrik tekstil. Pabrik industri yang semula digerakkan oleh tenaga manusia, dengan cepat beralih ke tenaga mesin. Sejak saat itu, di Inggris bermunculan pusat-pusat industri, seperti Lancashire, Liverpool, Manchester, dan Birmingham. Pada perkembangan selanjutnya, penemuan mesin uap ini dimanfaatkan pula untuk menggerakkan alat angkutan atau transportasi. Pada tahun 1802, berhasil dibuat kapal api. Begitu pula pada tahun 1804, Richard Trevithick163 berhasil menemukan mesin lokomotif yang digerakkan dengan mesin uap.
Selanjutnya lokomotif ini disempurnakan lagi oleh George Stephenson pada tahun 1819 dengan pembuatan kereta api. Beberapa tahun setelah itu, tepatnya sejak tahun 1825 beberapa kota di Inggris telah dapat dihubungkan dengan kereta api. Pada mulanya kereta api ini hanya digunakan untuk mengangkut batu bara dan besi saja, tetapi kemudian digunakan juga untuk mengangkut manusia. Lebih jauh lagi, dengan penemuan mesin uap ini berpengaruh pula bagi lancarnya kegiatan industri saat itu.
Sebelum mesin uap ditemukan, sebenarnya pada tahun 1762, James Hargreaves menemukan mesin tenun yang disebut Spinning Jenny. Oleh John Kay dan Richard Arkwright (1768) disempurnakan lagi menjadi mesin tenun yang dapat bekerja sendiri (otomatis). Edmund Cartwright (1785) mencoba mengembangkan mesin tenun yang lebih baik. Begitu pula Isaac Merrit Singer (1815) dari Amerika Serikat berhasil membuat model mesin jahit yang sampai sekarang menjadi merek mesin jahit terkenal di dunia yaitu mesin jahit Singer.
Penemuan lain yang mendukung revolusi industri di Inggris, terjadi pula pada bidang-bidang lainnya, salah satunya dalam bidang perlistrikan. Pada tahun 1752, Benjamin Franklin berhasil menemukan gejala listrik yang berasal dari awan, sementara Luigi Galvani dan Alessandro Volta (1780) menemukan aliran listrik. Andre Ampere menemukan alat pengukur listrik, sedangkan lampu pijar oleh Thomas Alfa Edison.
Dalam bidang telekomunikasi, Morse (18342) adalah orang yang menemukan pesawat telegraf, sedangkan pesawat telepon oleh Graham Bell (1872).
c. Faktor politik
Pada abad ke-17, Inggris tampil sebagai sebuah negara yang menguasai lautan (Sarvajala). Hal ini terbukti dengan semakin luasnya daerah perdagangan Inggris di kawasan Asia maupun Amerika. Suatu posisi yang pada hakikatnya mendorong Inggris untuk menjadi sebuah negara yang kaya raya di kawasan Eropa. Dalam perdagangannya, Inggris tergolong negara yang mahir memainkan peranan dan strategi perdagangan. Sebagai bukti, pemerintah Inggris memiliki persekutuan dagang yang disebut East Indies Company (EIC) atau Persekutuan Dagang Hindia Timur. EIC merupakan sebuah persekutuan dagang yang menjadi saingan bagi persekutuan dagang Belanda yang bernama VOC di wilayah Hindia Timur dan Asia Timur. Menjelang abad ke-18, persekutuan EIC ini mengalami kemajuan yang pesat.
Posisi Inggris semakin menguntungkan dengan bertambahnya daerah jajahan di India dan Amerika Utara. Melalui daerah jajahan tersebut, Inggris mencapai kemakmuran. Daerah jajahan tersebut, terutama daerah jajahan yang memiliki jumlah penduduk paling banyak, dijadikan kawasan potensial untuk memasarkan hasil industrinya. Untuk mempertahankan posisi yang menguntungkan tersebut, Inggris memberlakukan tiga prinsip terhadap daerah jajahannya, yaitu:
1) berusaha untuk tetap mempertahankan tanah jajahan;
2) memelihara hubungan yang baik dengan masyarakat di daerah jajahan;
3) memperluas dan mengembangkan daerah jajahan.
Selanjutnya Inggris memiliki daerah jajahan yang hampir tersebar di seluruh benua. Tidak mengherankan jika Inggris membanggakan dirinya dengan mengatakan The Sun Never Sets in the British Empire. Adapun daerah jajahan Inggris yang dimaksud adalah:
1) di Asia, pusat jajahannya di India, dengan daerah jajahannya Malaysia, Singapura, dan Myanmar;
2) di Afrika, pusat jajahannya di Afrika Selatan;
3) di Amerika, dengan pusat jajahannya di Amerika Utara;
4) Australia, New Zeeland, dan Papua Nugini
Bagi pemerintahan Inggris, Revolusi Industri di satu sisi memberikan keuntungan yang besar, tetapi di sisi lain menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat. Dengan berdirinya pusat-pusat industri di kota-kota maka arus urbanisasi tidak bisa dicegah. Para petani yang telah kehilangan mata pencahariannya datang ke kota untuk menjual tenaga dengan upah yang rendah. Banyak di antara petani tersebut dalam menjalani kehidupannya di kota industri tidak terjamin, baik pemukiman maupun kesehatannya. Dalam kondisi yang demikian, muncullah gerakan-gerakan buruh dengan segala permasalahannya.
Sampai sekarang federasi buruh itu eksis, bahkan menjadi partai politik terbesar yang bisa mengantarkan para pemimpinnya menjadi tokoh nasional. Sebagai contoh Perdana Menteri Tony Blair yang sekarang menjabat sebagai ketua Partai Buruh Inggris. Kemajuan dan perubahan dalam bidang industri yang dicapai oleh Inggris, kemudian menyebar dan berpengaruh ke negara-negara lain di Eropa. Setiap negara saling bersaing, termasuk persaingan dalam memperebutkan daerah jajahan.
Setelah terjadinya revolusi industri, Inggris mengganti politik Merkantilisme dengan politik ekonomi bebas (liberal). Pada pelaksanaannya, perubahan politik tersebut telah memberi peluang yang sangat menguntungkan bagi para pemilik modal dan pemilik pabrik industri. Penerapan prinsip-prinsip ekonomi liberal yang dikembangkan pemerintah Inggris pada saat itu mendorong lahirnya kapitalisme modern. Dalam hal ini, setiap pemilik modal dan pabrik industri Wilayah kekuasaan Inggris.
berperan sebagai pelaku ekonomi tunggal, baik itu sebagai produsen, distributor, maupun pedagang. Dari kapitalisme modern ini, lahirlah imperialisme modern karena sebagai produsen membutuhkan bahan mentah untuk industri dan sebagai pedagang membutuhkan daerah pemasaran. Untuk mencapai kedua tujuan tersebut pemerintah Inggris segera mencari daerah jajahan yang lebih luas lagi.
3. Kapitalisme
Munculnya negara industri yang mengusung politik ekonomi bebas (liberal) mendorong lahirnya kapitalisme modern dan lebih jauh lagi melahirkan suatu bentuk imperialisme modern. Setiap negara Eropa saling bersaing untuk mencari daerah jajahan sebagai penghasil bahan baku industri dan daerah pemasaran bagi hasil industri. Penjelajahan demi penjelajahan segera dilakukan. Beberapa negara Eropa akhirnya sampai di Dunia Timur, salah satunya di Kepulauan Nusantara atau Indonesia.
Kedatangan orang-orang Barat ke bumi Nusantara merupakan suatu periode tersendiri dalam perjalanan sejarah Indonesia yang banyak membawa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan. Perkembangan kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia tidak bisa dilepaskan keberadaannya dari perkembangan sistem kapitalisme yang terjadi di Eropa. Kapitalisme merupakan suatu sistem perekonomian yang didasarkan pada hak milik alat-alat produksi, seperti tanah, pabrik, mesin, dan sumber alam yang dikuasai oleh perseorangan. Kapitalisme ini ditandai dengan adanya suatu bentuk persaingan antara yang satu dengan yang lainnya melalui penggunaan tenaga kerja upahan guna menghasilkan barang-barang dan jasa dengan modal yang sekecil-kecilnya dan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sistem kapitalisme ini berkembang di Inggris pada abad ke-18 dan kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa dan Amerika.
Adapun ciri-ciri sistem kapitalisme di antaranya, sebagai berikut.
a. Individual Ownership
Sistem ekonomi kapitalis yang menganut prinsip kebebasan (liberal), salah satunya ditandai dengan kepemilikan alat-alat produksi secara perseorangan, bukan oleh negara. Namun demikian, pada dasarnya prinsip ekonomi kapitalis ini dalam hal-hal tertentu masih tetap mengakui adanya peranan dan pemilikan negara, terutama dalam wujud monopoli yang bersifat alamiah dan yang menyangkut pelayanan jasa kepada masyarakat umum, seperti kantor pos, jasa, dan lain-lain.
Dalam pandangan penganut prinsip ekonomi kapitalis, dominannya kepemilikan alat-alat produksi secara perseorangan didasarkan pada dua pertimbangan. Pertama, pemilikan atau harta yang bersifat produktif berarti penguasaan atas kehidupan orang lain. Kedua, ada anggapan dari kapitalis klasik bahwa kemajuan teknologi lebih mudah dicapai kalau orang menangani urusan atau kepentingannya sendiri.
Melihat peradaban kapitalis itu, sebenarnya golongan kapitalis memiliki pandangan baru di bidang ekonomi yang dipengaruhi oleh ajaran liberalisme. Seperti telah diketahui bahwa liberalisme dibidang ekonomi akan melahirkan sistem kapitalisme. Para kapitalis ini selanjutnya menjadi golongan baru dalam masyarakat Eropa dengan sebutan middle class (golongan menengah).
b. Market Economy
Perekonomian pasar merupakan salah satu prinsip dari sistem ekonomi kapitalis. Perekonomian pasar berlandaskan pada pembagian kerja. Artinya ada kelompok produsen, pekerja, dan perantara yang menawarkan barang. Barang dan jasa tidak dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga produsen sendiri, tetapi untuk pasar. Dalam hal harga, penawaran dan permintaan ditentukan oleh hukum demand and supply (penawaran dan permintaan).Artinya apabila penawaran barang tinggi maka harga menjadi rendah, begitu sebaliknya jika permintaan tinggi maka harga cenderung tinggi.
c. Competition
Sistem ekonomi kapitalis ditandai pula dengan suatu ciri pokok lain, yaitu adanya competition (persaingan). Berbeda dengan perekonomian prakapitalis yang sama sekali tidak mengandung unsur persaingan antarprodusen, pelaksanaan ekonomi kapitalis membuka peluang persaingan yang sangat besar. Dalam sistem ini, persaingan bisa saja dalam bentuk monopoli swasta atau juga monopoli resmi dari negara. Dari kedua kasus tersebut, interaksi yang bebas antara para pembeli dan penjual diwujudkan dengan penentuan harga barang dan jasa oleh otoritas kekuasaan seperti dalam kasus monopoli negara. Hal yang juga penting diperhatikan adalah masalah mutu atau kualitas barang. Produsen yang ingin memenangkan kompetisi atau persaingan harus menciptakan suatu produk yang berkualitas tinggi pada satu sisi, dan di sisi lain harga produk tersebut harus dijual lebih rendah daripada yang lain dalam produk yang sama.
d. Profit
Sesuai dengan prinsip ekonomi liberal, dalam sistem kapitalis keuntungan merupakan salah satu ciri pokok. Perekonomian kapitalis memberikan lebih banyak kesempatan untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya daripada perekonomian lain. Sebab, dalam perekonomian kapitalis dijamin adanya tiga kebebasan, yaitu kebebasan berdagang dan menentukan pekerjaan, kebebasan hak kepemilikan, dan kebebasan mengadakan kontrak. Setiap pelaksana ekonomi kapitalis berlomba-lomba untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Mereka menjadi produsen yang menghasilkan barang-barang kebutuhan pasar dan kemudian memasarkannya ke daerah jajahan.

Komentar

Postingan Populer