Kabinet-Kabinet Orde Lama

Persaingan antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis/sosialis/non Islam mulai terasa sejak tahun 1950. Partai- partai politik terpecah- pecah dalam berbagai ideologi yang sukar dipertemukan dan hanya mementingkan golongannya sendiri.
Pada saat itu kabinet yang berkuasa silih berganti. Dalam waktu singkat saja dari tahun 1950-1955 terdapat 4 buah kabinet yang memerintah, sehingga rata-rata tiap tahun berganti kabinet. Kabinet- kabinet tersebut secara berturut-turut sebagai berikut.

a. Kabinet Natsir (6 September 1950-20 Maret 1951)
Kabinet ini dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Natsir dari Masyumi. Pada tanggal 20 Maret 1951 Kabinet Natsir bubar sehingga mandatnya diserahkan kepada Presiden Soekarno pada tanggal 21 Maret 1951. Adapun penyebab bubarnya kabinet ini antara lain kegagalan perundingan soal Irian Barat dengan Belanda. Selain itu juga pembentukan DPRD dianggap menguntungkan Masyumi sehingga menimbulkan mosi tidak percaya dari Parlemen.

b. Kabinet Sukiman (tanggal 26 April 1951- Februari 1952) Kabinet ini mulai resmi dipimpin oleh Dr. Sukiman Wirjosandjojo (Masyumi) dan Suwirjo (PNI). Dalam melaksanakan politik luar negerinya, Kabinet Sukiman dituduh terlalu condong kepada Amerika Serikat, yakni dengan ditandatanganinya persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar Mutual Security Act (MSA). Terhadap masalah ini Masyumi dan PNI mengajukan mosi tidak percaya dan jatuhlah Kabinet Sukiman. Selanjutnya Kabinet Sukiman menyerahkan mandatnya kepada Presiden Sukarno pada bulan Februari 1952.

c. Kabinet Wilopo (April 1952-2 Juni 1953)
Kabinet ini dipimpin oleh Mr. Wilopo dari PNI. Kabinet Wilopo berusaha melaksanakan programnya sebaik-baiknya. Akan tetapi banyak masalah yang dihadapi antara lain timbulnya gerakan separatisme, yakni gerakan yang ingin memisahkan diri dari pemerintah pusat. Misalnya di Sumatera dan Sulawesi timbul rasa tidak puas terhadap pemerintah pusat dengan alasan karena kekecewaan akibat ketidakseimbangan alokasi keuangan yang diberikan pusat ke daerah. Selain itu juga adanya tuntutan diperluasnya hak otonomi daerah.
Kekacauan politik diperparah dengan adanya Peristiwa Tanjung Morawa di Sumatera Timur pada tanggal 16 Maret 1953. Dalam peristiwa ini polisi mengusir para penggarap tanah milik perkebunan. Penduduk yang dihasut oleh kaum komunis menolak pergi dan melawan aparat negara. Akhirnya terjadilah bentrokan antara penduduk dengan polisi. Peristiwa ini memunculkan mosi tidak percaya yang kemudian kabinet Wilopo jatuh pada tanggal 2 Juni 1953.

d. Kabinet Ali Sastroamidjoyo I (31 Juli 1953 – 24 Juli 1955)
Kabinet ini terbentuk pada tanggal 31 Juli 1953 yang dipimpin oleh Mr. Ali Sastroamidjoyo dari unsur PNI sebagai Perdana Menteri. Walaupun banyak menghadapi kesulitan, kabinet Ali I ini berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955. Pada tanggal 24 Juli 1955 Kabinet Ali I jatuh disebabkan adanya persoalan dalam TNI-AD, yakni soal pimpinan TNI-AD menolak pimpinan baru yang diangkat oleh Menteri Pertahanan tanpa menghiraukan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan TNI-AD.
Dengan sistem kabinet parlementer, kekuasaan pemerintahan tertinggi dipegang oleh Perdana Menteri. Perdana Menteri ini bersama para menteri (kabinet) bertanggungjawab kepada parlemen. Jadi apabila parlemen tidak menyetujui kebijakan pemerintah maka dapat menjatuhkannya. Pada waktu itu Parlemen terlalu sering menjatuhkan kabinet maka pemerintah tidak dapat menjalankan programnya.

Komentar

Postingan Populer