Lahan Kritis

Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif. Meskipun dikelola, produktivitas lahan kritis sangat rendah, bahkan dapat terjadi hasil produksi yang diterima jauh lebih sedikit daripada biaya produksinya. Lahan kritis bersifat tandus, gundul, dan tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian, karena tingkat kesuburannya sangat rendah.

a. Penyebab Terjadinya Lahan Kritis
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis, adalah sebagai berikut.
1) Genangan air yang terus-menerus seperti di daerah pantai dan rawa-rawa.
2) Kekeringan, biasanya terjadi di daerah bayangan hujan.
3) Erosi tanah atau masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi, pegunungan, dan daerah miring lainnya.
4) Pengelolaan lahan yang kurang memerhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Lahan kritis dapat terjadi baik di dataran tinggi, pegunungan, daerah yang miring maupun di dataran rendah.
5) Masuknya material yang dapat bertahan lama ke lahan pertanian, misalnya plastik. Plastik dapat bertahan 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kelestarian lahan pertanian.
6) Terjadinya pembekuan air, biasanya terjadi di daerah kutub atau pegunungan yang sangat tinggi.
7) Masuknya zat pencemar (misal pestisida dan limbah pabrik) ke dalam tanah sehingga tanah menjadi tidak subur.

b. Usaha Pelestarian Lahan Kritis
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki lahan kritis antara lain sebagai berikut.
1) Menghilangkan unsur-unsur yang dapat mengganggu kesuburan lahan pertanian, misalnya plastik. Berkaitan dengan hal ini, proses daur ulang atau recycling sangat diharapkan. Proses daur ulang ini juga dapat menghemat SDA yang tidak dapat diperbarui (nonrenewable).
2) Penghijauan kembali (reboisasi) daerah yang gundul. Maksud penghijauan adalah menanami lahan yang gundul yang belum pernah menjadi hutan, sedangkan reboisasi adalah menanami lahan gundul yang pernah menjadi hutan. Jadi pada prinsipnya upaya ini adalah menghutankan daerah-daerah yang gundul, terutama di daerah pegunungan.
3) Melakukan reklamasi lahan bekas pertambangan. Biasanya daerah ini sangat gersang, oleh karena itu harus ditanami jenis tumbuhan yang mampu hidup di daerah tersebut, misalnya pohon mindi.
4) Memanfaatkan tumbuhan eceng gondok guna menurunkan zat pencemar yang ada pada lahan pertanian. Eceng gondok dapat menyerap zat pencemar dan dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan. Namun dalam hal ini pengelolaannya harus hati-hati karena eceng gondok sangat mudah berkembang sehingga dapat menganggu lahan pertanian apabila pertumbuhannya tidak terkendali.
5) Pemupukan dengan pupuk organik atau alami yaitu pupuk kandang atau pupuk hijau secara tepat dan terus-menerus.
6) Tindakan yang tegas tetapi bersifat mendidik kepada siapa saja yang melakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya lahan kritis.
7) Pengelolaan wilayah terpadu di wilayah lautan dan daerah aliran sungai (DAS).
8) Pengembangan keanekaragaman hayati dan pola pergiliran tanaman.

Komentar

Postingan Populer